Minggu, 09 Oktober 2011

Pidiesme

Perkenalan saya dengan karya H. Pidi Baiq dimulai dari band aneh yang bernama The Panasdalam di tahun 2005. Saya lupa mendapatkan album Only Ninja Can stop Me Now dari mana, tapi yang jelas, ketika saya mendengarkan lagu-lagunya untuk pertama kali hal pertama yang muncul di pikiran saya adalah “ini orang hopeless amat yah?? Cara dia membawakan beberapa lagu di album itu memberi kesan bahwa dia menyesali sesuatu” Contohnya dalam lagu Cita-Citaku, vokalis band gila itu begitu menghayati sekali. Seolah-olah dia benar-benar menyesali telah dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Lalu saya mulai terbawa ke dalam dunia Pidi Baiq dan The Panasdalam, tapi belum terperosok terlalu jauh, hanya sebatas mendengarkan lagu-lagunya saja.

Sampai pada suatu saat di tahun 2009 kalau tidak salah, saya membicarakan The Panasdalam kepada seorang teman perempuan. Ternyata dia tahu band itu tapi belum pernah mendengarkan lagu-lagunya, dia hanya tahu bahwa vokalisnya menulis sebuah buku berjudul Drunken Monster. Dia juga adalah mantan dekan FSRD kampus ARS International Bandung, anggota tim kreatif Project-P, staf ahli di Bimbel Villa Merah, konsultan di galeri seni dan budaya Space 59, juga ilustrator di penerbit Mizan dan bernama Pidi Baiq. Wow nama yang aneh dan  orang yang sibuk serta pintar sepertinya. Kata teman saya waktu itu, buku yang di tulis Pidi aneh dan lucu.

Karena penasaran mulailah saya mencari buku itu di toko-toko buku yang ada di Bogor. Alhamdulillah saya berhasil mendapatkannya, tetapi bukan dari toko buku besar seperti Gramedia, itupun tinggal beberapa saja stoknya, entah karena banyak yang membeli, atau memang tidak ada yang tahu kemudian menjadi tidak laku, tapi kalau tidak laku harusnya stoknya banyak kan?! Atau pengelola toko itu bisa membaca masa depan sehingga dia mengetahui buku itu tidak akan dicari banyak orang, kemudian dengan sengaja menyediakan stok buku itu sedikit? Ah sudahlah tidak penting.
Yang pertama kali saya lakukan ketika melihat buku yang berjudul Drunken Monster itu adalah membaca profil si penulis di cover belakang. Hasilnya? saya tertawa sendiri di toko buku yang sepi, padahal baru membaca profil penulisnya saja. Kemudian pulanglah saya dengan buku seharga Rp. 34.000 itu  Karena tidak sabar untuk mengetahui isinya, sayapun membaca Drunken Monster di angkot. Pengalaman di sore hari itu tidak akan saya lupakan, saya menjadi pusat perhatian penumpang angkot karena tertawa sendiri sambil membaca Drunken Monster. Buat saya cerita-cerita dalam buku Drunken Monster sangat lucu dan terasa sangat real karena tokoh-tokoh dalam ceritanya adalah orang-orang asli yang ada di sekitar ayah Pidi, setting tempatpun di sekitar kota Bandung tempat ayah Pidi tinggal. Selain itu, seperti yang telah diketahui banyak orang, diantara cerita-cerita konyol ayah Pidi selalu terdapat pesan-pesan moral yang disampaikan secara ringan.  Banyak pelajaran yang saya ambil dari kehidupan ayah Pidi melalui buku itu, baik tentang cara memperlakukan istrinya teh Rosi ataupun cara dia mengajar anak-anaknya Timur dan Bebe serta bagaimana cara dia memandang hidup yang baginya hanyalah sebuah permainan bukan perjuangan seperti anggapan orang banyak. Ada juga pelajaran harus bersikap baik terhadap orang lain dengan cara memberi tanpa melihat siapa orangnya, terbukti tiap kali saya bertemu dengannya, hal yang pertama kali dikatakannya selalu “Sudah makan belum?” atau “Makan nggak?” atau “Makan yuk ah”. Atau dari perkataan yang sering diucapkan kepada kang Deni MAI “tong poho zakat den!” artinya “jangan lupa zakat den” entah serius atau hanya ingin menunjukkan bahwa dia suka berzakat. Hehehehe…mungkin karena seringnya ayah Pidi “bersedekah” itulah sehingga hidupnya tidak pernah kekurangan dalam hal materi.
Cerita favorit saya di Drunken Monster adalah Ayah Sakit, cerita ini menggambarkan sisi romantis seorang Pidi baiq. Dia menulis surat untuk menyatakan perasaan kepada teh Rosi yang telah memperlakukannya dengan penuh perhatian ketika dia sakit, bahasa yang digunakan adalah bahasa orang-orang muda zaman dulu ketika sedang jatuh cinta, kemudian surat itu diberikan ketika teh rosi berada di ruang tamu melalui Timur anak sulungnya, klasik sekali.

Drunken monster yang menurut ayah Pidi sendiri adalah karya terbaik yang pernah dibuatnya, membuat saya ketagihan dan menimbulkan rasa ingin tahu yang lebih tentang H. Pidi Baiq. Sayapun mencari tahu tentang sosok yang sering dipanggil surayah itu di internet. Waktu itu masih belum banyak artikel yang membahas Pidi Baiq, tidak seperti sekarang. Kemudian saya menemukan blognya di multiply, saya telusuri mulai dari kontak di multiplynya dan menemukan orang-orang yang saya kagumi sebelum ataupun sesudah tahu ayah Pidi dan membuat saya berkesimpulan “Gaul juga orang ini”. Dan tentu saja yang paling menarik perhatian saya adalah tulisan-tulisannya. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam membaca setiap tulisan ayah Pidi di multiply, malah sebagian besar saya bawa pulang karena terlalu memakan waktu kalau dibaca di warnet. Dari multiply saya mengetahui bahwa akan ada kelanjutan Drnken Monster, judulnya Drunken Molen.. Sayapun segera membelinya setelah Drunken Molen terbit, dan ternyata isinya tidak jauh berbeda dengan kakaknya, Drunken Monster, baik secara penulisan yang keluar dari akidah yang benar, maupun cerita-ceritanya. Walaupun begitu tetap saja terdapat unsur-unsur kejutan di dalamnya sehingga tidak memberi kesan monoton dan membosankan.

Sampai saat ini saya telah mengoleksi keenam buku ayah Pidi, mulai dari Drunken Monster sampai Al–Asbun manfaatulngawur yang saya dapatkan langsung dari ayah Pidi, walaupun saya kecewa karena Al–Asbun milik saya tidak ‘dicoret-coret’ seperti milik dua teman saya, yang paling baru adalah duetnya bersama teteh Happy Salma ‘Hanya Salju Dan Pisau Batu’. Kabarnya, ayah Pidi sedang menulis lagi, Raja Jin Pangkal Pandai, Manuskrip Amsterdam dan Drunken Memori adalah calon karya selanjutnya, mudah-mudahan bisa terealisasi dan segera terbit.

 Jujur saya katakan, bahwa saya suka sekali dengan semua karya ayah Pidi, aneh seperti orangnya, lucu dan bisa membuat perubahan yang luar biasa terhadap orang yang sudah membaca ataupun mendengarkan musiknya, minimal untuk saya pribadi. Mungkin dunia dan masyarakat yang cenderung individualistis dan serius memang membutuhkan orang seperti ayah Pidi.

 Akhirnya, izinkanlah orang biasa yang tidak tahu apa-apa seperti saya untuk mengatakan bahwa ayah Pidi telah memberikan sesuatu yang baru dalam setiap karyanya, baik dalam bidang musik maupun sastra. Viva Ayah Pidi!!! Tetap berkarya dan pertahankan eksklusifitasmu.

Salam jari kelingking.

1 komentar: