Jumat, 29 Mei 2015

Bukan Prosa Apalagi Puisi













Hey kalian,

Yang dulu selalu bercelana jeans robek dan berkaos oblong

Apa kabarnya?

Juga yang selalu bertutup kepala penuh makna

Kemana saja?

Malam ini aku membuka file-file lama

Foto kalian yang terbuka

Hardrive-ku penuh dengan memori

Tentang kalian dan terutama kita

Tidak terasa...

Dulu sering kita tersesat bersama

Jatuh, bangun, terpeleset, terjerembab,

tertawa...

Hey kalian yang dulu yang jarang tidur

Yang selalu berkata

Jam 09:00 sama dengan jam 06:00

Tidak-kah kalian rindu?

Rasa mie instan di tengah hutan

Air mentah dalam botol aqua

Kopi sachet segelas bersama

Ketika argumen dan kritik bagian dari kita

Presiden selalu salah di mata kita

Kepala desa musuh bersama

Atau ketika menertawakan hal tabu

Buat kita hidup ini terlalu lucu

Layaknya Dede Aong yang berdandan seperti tentara jerman

Seperti rambut si Jajat yang kini dipanggil Praja





Dulu kita selalu meramaikan kampung

Dengan celoteh dan aksi sok jago

Cerdas dan ceria

Banyak yang kontra

Tapi indah karena bersama

Rasanya baru kemarin ketika penduduk kampung kita undang

 Makan diatas hamparan daun pisang

Oh jangan lupa juga waktu kita memasang tenda disana

Di tempat dimana monyet memakan parafin

Lalu kita berfoto diatas jeep tua



Masih ingat Bahasa Manusia?

Kumpulan karya sastra kita

Yang diterbitkan seadanya



Keluarga kita ditemukan waktu itu

Waktu lintas alam pertama

Saat Baban belum ber-satria

Saat Indra belum dimakan apple pie

Saat Virgin Of Death belum berdiri

Saat The Used dan Thrice meraung keras

Dan saat menemukan curug cilayang-layang





Keluarga kita terus berkembang

Banyak tamu yang datang

Ada pula yang merasa terbuang

Salute mi familia, kata Dominic Torreto di Fast kelima

Kita tidak pernah bersulang seperti mereka

Tapi tetap saja kita adalah keluarga

Yang selalu melontarkan pertanyaan yang sama

Pada orang yang pertama kita jumpa

“Suka naik gunung?”

Itulah kata sakti mandraguna

Seakan ingin menegaskan bahwa kita adalah dewa

Padahal baru Salak yang kita permainkan

Gede, Ciremai, Rinjani, Papandayan, Semeru

Ditaklukan oleh sebagian dari kita kemudian

Aku bangga

Ah kalian hebat!!

Sungguh tiada dua

Tapi itu dulu..



Sekarang?

Apa kabar kalian?

Seakan ditelan oleh pengetahuan dan siklus kehidupan

Mati karena status dan dunia

Hipokrit standar janda

Komitmen dan kata fokus jadi belenggu

Padahal aku rindu

Rindu kalian para sahabat

Rindu obrolan sok tahu

Rindu bermain musik

Rindu tertawa bersama

Rindu Festival Liwet

Rindu Sapalacoustic

Rindu Sapala Cup

Rindu serindu-rindunya

Menunggu maut untuk bertemu

Rasanya tidak lucu

Ini bukan puisi

Bukan juga prosa

Hanya luapan emosi

Dari dada naik ke kepala lalu terlontar melalui kata

Semoga kalian baik-baik saja

Wahai yang mengaku para penikmat alam terbuka

Dimanapun kalian berada


























































2 komentar:

  1. Sebenarnya kami ada.. hanya saja sedang senang ter'awang gamang oleh kesibukan duniawi dan tekhnologi.. ahhh ini semua karena illuminati lagi (jika dulu kita berkata seperti ini).. mereka berhasil membuat kita kerdil menjenglot mengecil.. memprovokasi hingga sensitifitas melebihi batas.. menjadi mudah merasa besar, lebih besar dari siapapun.. padahal kita besar bersama.. merasa pintar bersama.. hingga sebenarnya kita masih bodoh, ya jika tidak terima tidak perlu bodoh bersama, biar kami saja yang merasa.. tenang saja.. dalam liriknya ayah pidi berkata "tenang saja perpisahan, tak menyakitkan, yang menyakitkan adalah, bila habis ini saling benci, tenang saja perpisahan tak menyedihkan, yang menyedihkan adalah bila habis ini saling lupa, bahwa kita pernah slalu bersama-sama, lalu kita sadar bahwa kita harus berpisah, lupa, mudah melupakan semua, jangan saling melupakan, hilang, mudah menghilangkan semua, jangan saling menghilangkan" semoga aku, kalian, mereka, hingga kita tidak saling menghilangkan, melupakan, kita saling bersama minimal dalam kenangan itu ada rindu..

    BalasHapus